Kisah Mukidi Yang Berhenti Merokok Dan Menjadi Instruktur Senam

Kisah Mukidi Yang Berhenti Merokok Dan Menjadi Instruktur Senam - Hallo Teman Teman Sehat Barengkuy, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Kisah Mukidi Yang Berhenti Merokok Dan Menjadi Instruktur Senam, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel berhenti merokok, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Kisah Mukidi Yang Berhenti Merokok Dan Menjadi Instruktur Senam
link : Kisah Mukidi Yang Berhenti Merokok Dan Menjadi Instruktur Senam

Baca juga


Kisah Mukidi Yang Berhenti Merokok Dan Menjadi Instruktur Senam

Suatu ketika Mukidi seorang perokok yang juga pensiunan PNS mengeluh dada-nya terasa tidak nyaman. Setelah di istirahatkan beberapa jam keluhannya menghilang. Karena khawatir keluhannya dikarenakan penyakit jantung Mukidi akhirnya memutuskan untuk berobat menggunakan kartu Askes yang sudah lama tidak digunakannya. Saat beliau mampir ke sebuah rumah sakit, bagian administrasi mengatakan bapak tidak bisa berobat langsung ke RS. Bapak harus mampir dulu ke Puskesmas, jika dokter di Puskesmas-nya merasa perlu untuk merujuk bapak, bapak akan diberi surat pengantar ke RS.

Mukidi akhirnya mampir ke Puskesmas keesokan harinya. Tapi karena datangnya kesiangan, Mukidi kebagian nomer antrian 123. Waduh, kapan ketemu dokternya kalau begini. Sekarang jam 9 pagi. Pasien yang terlayani baru nomer urut 16. Jika 1 pasien membutuhkan waktu pemeriksaan 10 menit. Maka waktu tunggu diperkirakan : 123-16=107 pasien lagi x 10 menit = 1070/60 menit = 17.8 jam lagi. Mukidi akhirnya melihat ke dalam. Dokter yang memeriksa ada 2 orang. Berarti kemungkinan saya akan mulai diperiksa sekitar 9 jam lagi. Waduh, jam 4 sore baru bisa diperiksa dokter. Yang benar saja pikir Mukidi

Mukidi bolak balik tidak sabar, saat menunggu itulah Mukidi melihat poster yang menyebutkan peserta JKN boleh datang langsung ke IGD RS dengan membawa kartu BPJS / Askes-nya tanpa membawa surat rujukan jika kasusnya gawat-darurat. Mukidi akhirnya memutuskan untuk langsung ke IGD.

Saat datang ke IGD, dokter akhirnya memeriksa Mukidi. Keluhannya apa pak? Nyeri dada dok. - ternyata nyeri dada masuk kriteria gawat darurat dalam JKN sehingga Mukidi pun langsung ditangani. Setelah menjalani pemeriksaan ternyata Mukadi terdiagnosis serangan jantung, tekanan darahnya tinggi sekali 200/110, kadar gula darahnya juga tinggi, mencapai 300 mg/Dl, fungsi ginjalnya juga terganggu dengan kadar kreatinin yang tinggi. Dokternya bilang: "Nyeri dada yang bapak rasakan mungkin tidak terlalu berat karena penyakit gula yang diderita bapak." Pasien diabetes bisa tidak mengeluhkan nyeri dada saat mengalami serangan jantung.

Mukidi kemudian dirawat selama 1 minggu. Tekanan darah dan kadar gula darahnya berhasil dikendalikan. Fungsi ginjalnya sedikit membaik tapi harus terus dimonitor agar tidak memburuk. Kebiasaan merokoknya harus distop untuk mengurangi serangan jantung ulang.

Setelah mendapat penjelasan dari dokter yang menangani. Penyakit yang diderita Mukidi bermula dari tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol. Memang tekanan darahnya sudah mulai tinggi dari 5 tahun yang lalu, tapi karena tidak ada keluhan Mukidi malas berobat.

Sakit gulanya timbul karena Mukidi malas berolah raga, makanan masuk secara belebih tapi aktivitas terbatas, apalagi setelah pensiun praktis hanya dirumah saja. Gagal ginjal timbul karena hipertensi dan diabetes yang dideritanya. Sementara serangan jantungnya terjadi karena kombinasi merokok, hipertensi, dan diabetes. Dokter kemudian berkata, bapak harus bersyukur karena dengan semua penyakit itu bapak bisa selamat, banyak yang terkena serangan jantung langsung meninggal di jam pertama.

Ketika Mukidi disodorkan rincian biaya rawat, tertulis biaya rawat-nya 12 juta rupiah sementara tarif InaCBGs yang dibayarkan BPJS ke RS hanya 7 juta rupiah. Sisanya siapa yang bayar tanya Mukidi. Ditanggung RS melalui mekanisme subsidi silang katanya. Alhamdullilah ketika sakit tidak merepotkan siapa-siapa pikir Mukidi.

Setelahnya Mukidi benar-benar bersyukur atas karunia yang diperolehnya. Pengobatan yang disarankan dokter dijalankan sepenuh hati. Makanan yang dimakan dikontrol baik. Olahraga juga dilakukan dengan teratur dan berkelanjutan. Mukidi juga berhenti merokok, rumahnya menjadi rumah bebas asap rokok. Anak-anaknya dilarang merokok dan selalu diingatkan untuk menjaga kesehatan dan memeriksakan kesehatannya secara rutin. "Jauhi rokok... Agar jangan sakit seperti bapak" ujarnya setiap kali anaknya datang menengok.

Gambar bawah: Mukidi sedang jadi instruktur senam di lingkungan tempat tinggalnya. "Olahraga teratur bisa mencegah penyakit jantung, ayo semangat ujarnya"

Setahun berlalu, kondisi Mukidi semakin sehat, seakan tidak sakit. Walau tidak sepenuhnya sembuh, Mukidi tetap bisa menikmati hari tuanya dengan nyaman. Sangat sedikit orang dengan kasus pak Mukidi yang bisa mengalami hal serupa, kebanyakan kesulitan melepas kebiasaan buruknya.

[Disadur dari dr. Erta Priadi Wirawijaya Sp.JP | https://facebook.com/ErtaPriadiWirawijaya]


Demikianlah Artikel Kisah Mukidi Yang Berhenti Merokok Dan Menjadi Instruktur Senam

Sekianlah artikel Kisah Mukidi Yang Berhenti Merokok Dan Menjadi Instruktur Senam kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Kisah Mukidi Yang Berhenti Merokok Dan Menjadi Instruktur Senam dengan alamat link https://hidupsehatitubaguslo.blogspot.com/2016/08/kisah-mukidi-yang-berhenti-merokok-dan.html

Belum ada Komentar untuk "Kisah Mukidi Yang Berhenti Merokok Dan Menjadi Instruktur Senam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel